Di tepi danau Tigi tepatnya, di Pulau Duamo hidup satu keluarga. Keluarga ini terdiri dari seorang ayah dan ibu serta tujuh anaknya. Keluarga ini memelihara satu ekor Anjing dan Babi yang selalu menemani mereka dalam melaksanakan kegiatan.
Suatu hari mereka merencanakan, untuk keesokan harinya akan mencari undang dari arah Duamo ke Bomou dan sebaliknya. Maka seharian itu, mereka mempersiapkan bekal. Keesokan harinya pagi-pagi buta mereka (Ibu dan ketuju anaknya serta Babi dan Anjing) menggunakan perahu kecil (Koma) ke arah Bomou.
Mereka ke arah Bomou dan meninggalkan ayahnya saja di Duamo untuk jaga rumah. Mama ini dayung menggunakan kopa (kayu buah) dan peganng rumput. Mereka tidak menggunakan alat Dayung (Gita:Mee).
Setelah tiba di Bomou (Tigi Selatan) mereka menggunakan perahu dan mencari udang ke arah pulau Duamo. Selama dua hari, dua malam mama mencari undang dan terasa lapar dan cape maka ia duduk dan mau makan dan melihat ubi dalam noken, tetapi makanannya telah di habiskan oleh ketujuh anaknya.
Dalam keadaan lapar mama dari ketujuh anak-anak ini memaksakan untuk tetap mendayung hingga tiba di dekat pulau Duamo dan bapaknya lagi menunggu di tepian danau Tigi, setelah tiba di dekat pulau Duamo, karena mama dari ketujuh anak ini emosi maka membalikan perahu yang mereka tumpagi tersebut.
Lalu mereka semua jadi batu dan tersusun rapih paling bawa perahu yang mereka tumpagi, diatas mama dan diatasnya semua tersusun anak-anaknya dari pertama hingga anak terakhir. Sedangkan Babi dan Ajing kesayangan dari kelurga itu, berenang hingga meyebarang ke darat pas di pulau Duamo dan menjadi batu.
Sekarang, masyarakat penghuni sekitar Danau Tigi biasa menyebut Meuguoo Okogo ( pulau Lingkarang keluarga).(Agus Dogomo/MS)
sumber: Majalah Selangkah
0 komentar:
Posting Komentar